16 Desember 2010

Permasalahan Lingkungan Hidup

Enam permasalahan lingkungan hidup yang harus dipecahkan, diantaranya :

• Makanan. Diperkirakan 1 dari 6 orang di dunia menderita kelaparan dan gizi buruk
• Air. Diperkirakan pada tahun 2025, dua pertiga orang di dunia akan mengalami krisis air yang parah
• Energi. Produksi minyak bumi mencapai puncaknya dan mulai menurun pada tahun 2010
• Perubahan Iklim. Tantangan terbesar adalah perubahan iklim, ang menyebabkan meningkatnya badai, banjir, kekeringan dan hilangnya spesies
• Keanekaragaman hayati. Bumi yang sekarang telah memasuki tahap kepunahan spesies keenam terbesar
• Polusi. Bahan kimia berbahaya ditemukan di semua generasi baru dan diperkirakan satu dari empat orang di dunia terpapar polusi udara yang tak sehat.

Bila benar demikian, artinya sejak lima tahun lalu, prediksi hilangnya generasi dan hilangnya kehidupan telah dikumandangkan semakin kencang. namun tak juga ada upaya perbaikan pola konsumsi, khususnya di negara-negara utara. Tidak adanya komitmen Amerika Serikat dalam menurunkan emisi, merupakan sebuah gambaran yang sangat jelas dari upaya negara tersebut untuk mempercepat kehancuran bumi.

Dengan gambaran yang ada, tak lagi penting untuk membangun sebuah relasi yang kuat dengan negara industri. Negara-negara tropis dan negara-negara kepulauan, merupakan penyelamat bumi yang utama. Inisiatif-inisiatif yang didorongkan oleh negara utara, tak lagi harus diikuti. Negara-negara selatan, harus memilih jalannya sendiri untuk menyelamatkan kehidupan.

Penghentian sementara perijinan yang menghancurkan aset-aset alam di negeri ini harus menjadi pilihan pertama.Lalu kemudian melakukan perhitungan ulang atas aset-aset alam yang tersisa, serta kebutuhan lokal-nasional. Setelah itu, barulah dibangun sebuah sistem baru dalam pengelolaan kekayaan alam. UU Pengelolaan Sumberdaya Alam, bukanlah semata untuk mengatur pola eksploitasi, tapi jauh dari itu, UU PSDA harus mengatur keberlanjutan kehidupan spesies antar generasi.

Sumber : http://timpakul.web.id/enam-masalah-lingkungan-hidup.html

Komentar:
Permasalahan yang dibahas pada artikel diatas memang sangat meresahkan bagi semua makhluk hidup dibumi, terutama manusia. Apalagi bangsa di utara yang sangat menggantungkan nasibnya pada energi seperti minyak dan gas bumi. Manusia diharuskan mencari energi alternatif yang dapat menggantikan minyak dan gas bumi. Dewasa ini, telah dikembangkan banyak energi pengganti minyak bumi yang dapat digunakan sebagai penggerak mesin seperti minyak yang dihasilkan dari tanaman jarak pagar dan biogas yang berasal dari kotoran ternak. Namun, hal ini tidak dapat berjalan dengan baik apabila tidak adanya kerjasama dari berbagai pihak. Sehingga sangat dianjurkan agar pemerintah juga bisa bekerja sama dengan para ilmuwan dan masyarakat dalam menciptakan sumber energi terbarukan yang dapat menggantikan minyak bumi.

Tidak hanya itu, manusia juga harus bisa mengoptimalkan SDA yang ada sehingga dapat bermanfaat dengan baik dan tidak terbuang. Manusia harus bisa menggunakan dengan baik semua yang ada di alam. Seperti tidak menebang pohon sembarangan, dan bagi para masyarakat yang menebang pohon, diharapkan untuk melakukan penanaman kembali (reboisasi). Hal ini dilakukan agar tanaman dapat menahan erosi air pada saat musim hujan, sehingga dapat mencegah terjadinya banjir dan tanah longsor.

Bagi para industri juga diharapkan dapat bekerja sama dengan masyarakat sekitar pabrik. Dengan cara menyaring limbah hasil industri. Hal ini harus dilakukan agar limbah yang terbuang tidak mencemari air atau udara disekitarnya. Sehingga tidak menimbulkan efek negative bagi masyarakat yang tinggal disekitar industri tersebut.
Pemerintah juga harus pintar dalam memilih mitra bisnis yang baik, terutama dari bangsa luar seperti Amerika Serikat. Karena siapa tahu mereka hanya akan menguras habis (mengeksploitasi) kekayaan alam Indonesia tanpa memikirkan keadaan alam itu sendiri. Pemerintah juga harus selalu mengawasi kerjasama yang terjadi antara masyarakat Indonesia dengan bangsa luar. Tak lupa pemerintah juga sangat berperan dalam mengatasi pengetahuan masyarakat Indonesia tentang alamnya.

Sistem Pertanian Berkelanjutan

Sistem pertanian berkelanjutan merupakan isu hangat dalam bidang pertanian. Setelah setengah abad praktik budi daya konvensional, dampak buruk pun kini dirasakan, mulai dari dampak ekologi, ekonomi, sosial, budaya, hingga kesehatan masyarakat. Kondisi-kondisi tersebut membuat masyarakat dunia semakin ragu akan keberlanjutan ekosistem pertanian dalam menopang kehidupan manusia di masa mendatang.

Pendekatan pragmatis peningkatan produksi pangan jangka pendek cenderung memicu meningkatnya praktik pengurasan dan eksploitasi sumber daya alam secara terus menerus dalam skala besar sehingga semakin menurunkan daya dukung lingkungan pertanian dalam menyangga kegiatan-kegiatan pertanian.

Oleh karena itu, apabila kebijakan dan praktik pertanian yang dilakukan pemerintah dan petani masih bertumpu pada kebijakan dan praktik konvensional, hal itu akan semakin membahayakan masa depan petani, lingkungan pertanian, masyarakat, bangsa dan negara, serta dunia. Kebijakan dan praktik pertanian konvensional harusnya diubah menjadi praktik pertanian berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan produk pertanian saat ini tanpa harus mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan produk pertanian dan pangan generasi mendatang.

Dalam orasi ilmiah yang berjudul Reorientasi Pendidikan Tinggi Pertanian dalam Konteks Pembangunan Pertanian Berkelanjutan, lebih lanjut dikatakan bahwa kegiatan pertanian berkaitan dengan banyak faktor yang berinteraksi secara sinergis. Selain faktor-faktor fisiokimia dan biologis, unsur penting lain yang berinteraksi di dalam sistem pertanian adalah petani sebagai pelaku produksi dan konsumen sebagai pengguna hasil-hasil kegiatan pertanian.

Sebagai pelaku produksi, petani memiliki peranan sentral dalam kegiatan usaha tani. Di lain pihak, konsumen saat ini semakin kritis dalam memilih produk-produk pertanian, terlebih lagi dengan berkembangnya kesadaran baru tentang keamanan pangan (food safety) dan pelestarian lingkungan. Karenanya, interaksi antara perilaku dan tuntutan konsumen dengan perilaku dan kemampuan petani dalam menghasilkan produk pertanian inilah yang menarik untuk dicermati. Dalam tataran global saat ini, faktor tuntutan pasar dan sistem perdagangan dunia menyebabkan pelaku usaha tani berada dalam suatu pusaran besar yang tidak mudah diikuti.

Karena isu pertanian kini tidak lagi terbatas pada lingkup nasional, tetapi sangat terkait dengan isu-isu global, baik perdagangan maupun lingkungan, kurikulum pendidikan tinggi pertanian semestinya juga mengakomodasi berbagai macam isu yang terjadi. Isu pertanian berkelanjutan sekarang menjadi sangat penting karena terkait isu lingkungan global dan tuntutan konsumen. Oleh karena itu, perlu diusulkan agar isu-isu global pertanian, seperti keberlanjutan sistem pertanian, perubahan cuaca global, kecenderungan perdagangan global, serta tuntutan konsumen yang lebih kritis diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kurikulum pendidikan tinggi pertanian.

Sejarah Pergerakan Mahasiswa

Sejarah Pergerakan Mahasiswa
Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.

1945
Dalam perkembangan masa orde lama ini, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.

1966
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, diantaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan.

1974
Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
• Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
• Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.

1978
Peristiwa Malari
Tahun 1974 pada saat Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka sedang berkunjung ke Jakarta ( 14 - 17 Januari 1974) terjadilah peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa Malari tidak terjadi secara mendadak, berawal dengan kedatangan Ketua Inter Governmental Group On Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk yang dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Tepatnya 15 Januari 1974 mahasiswa merencanakan menyambut kedatangan Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Maka terjadilah demonstrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan. Jakarta berasap dan karena situasi yang tidak memungkinkan, tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00 PM Jepang itu berangkat dari Istana tidak dengan mobil, melainkan diantar Presiden Soeharto dengan helikopter dari Bina Graha ke pangkalan udara. Peristiwa ini digerakkan oleh Hariman Siregar dan kawan-kawan.

1998 - sekarang
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
Gerakan mahasiswa, kalau memang benar ada, tampak lebih eksklusif, tidak lagi inklusif. Demonstrasi buat mereka mungkin merupakan kesempatan untuk tidak kuliah, duduk di atap metro mini sambil keliling kota tanpa ditangkap polisi. Orang yang gemar tampil bisa mengambil corong dan melakukan "orasi" yang isinya sudah bisa diduga. Setelah itu mereka akan bernyanyi-nyanyi. Begitu matahari semakin tinggi, mereka akan mulai bubar, kembali duduk di atap metro mini.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan kondisi di tahun 1998. Saat itu gerakan mahasiswa terasa lebih inklusif. Dari kantor saya di kawasan Kemang saya rela bergabung dengan mereka di Sudirman dan Senayan. Masyarakat dengan sukacita membawakan makanan dan obat-obatan untuk mahasisa di berbagai kampus. Mahasiswa tidak bergerak sendiri dan membiarkan masyarakat menjadi penonton. Mahasiswa bergerak bersama masyarakat.