16 Desember 2010

Sejarah Pergerakan Mahasiswa

Sejarah Pergerakan Mahasiswa
Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.

1945
Dalam perkembangan masa orde lama ini, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.

1966
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, diantaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan.

1974
Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
• Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.
• Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.

1978
Peristiwa Malari
Tahun 1974 pada saat Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka sedang berkunjung ke Jakarta ( 14 - 17 Januari 1974) terjadilah peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1974. Peristiwa Malari tidak terjadi secara mendadak, berawal dengan kedatangan Ketua Inter Governmental Group On Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk yang dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Tepatnya 15 Januari 1974 mahasiswa merencanakan menyambut kedatangan Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Maka terjadilah demonstrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan. Jakarta berasap dan karena situasi yang tidak memungkinkan, tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00 PM Jepang itu berangkat dari Istana tidak dengan mobil, melainkan diantar Presiden Soeharto dengan helikopter dari Bina Graha ke pangkalan udara. Peristiwa ini digerakkan oleh Hariman Siregar dan kawan-kawan.

1998 - sekarang
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.
Gerakan mahasiswa, kalau memang benar ada, tampak lebih eksklusif, tidak lagi inklusif. Demonstrasi buat mereka mungkin merupakan kesempatan untuk tidak kuliah, duduk di atap metro mini sambil keliling kota tanpa ditangkap polisi. Orang yang gemar tampil bisa mengambil corong dan melakukan "orasi" yang isinya sudah bisa diduga. Setelah itu mereka akan bernyanyi-nyanyi. Begitu matahari semakin tinggi, mereka akan mulai bubar, kembali duduk di atap metro mini.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan kondisi di tahun 1998. Saat itu gerakan mahasiswa terasa lebih inklusif. Dari kantor saya di kawasan Kemang saya rela bergabung dengan mereka di Sudirman dan Senayan. Masyarakat dengan sukacita membawakan makanan dan obat-obatan untuk mahasisa di berbagai kampus. Mahasiswa tidak bergerak sendiri dan membiarkan masyarakat menjadi penonton. Mahasiswa bergerak bersama masyarakat.

Tidak ada komentar: